Edward Lee Thorndike lahir di Wiiliamsburg, Massachusetts pada 1874, putra kedua dari seorang pendeta.
Konsep teoritis utama dari Thorndike adalah tentang Koneksionisme, yang menyebutkan bahwa assosiasi antara kesan indrawi dan impuls dengan tindakan merupakan sebuah ikatan/kaitan atau juga koneksi. Cabang-cabang asosianisme telah menunjukkan bagaimana ide-ide saling terkait, sehingga pendekatan Thorndike tersebut dianggap cukup berbeda dan dianggap sebagai teori belajar modern yang pertama.
Selecting and Connecting Theory
Menurut Thorndike, bentuk paling dasar dari proses belajar trial and error learning , atau yang disebutnya juga dengan istilah selecting and connecting. Dia mendapatkan ide dasar ini melalui eksperimen awalnya, dengan memasukkan hewan kedalam suatu perangkat yang telah ditata sedemikian rupa, sehingga ketika hewan tersebut melakukan suatu jenis respon tertentu, ia akan bisa keluar dari perangkat tersebut.
Thordike menyebutkan bahwa waktu yang dibutuhkan hewan untuk memecahkan problem sebagai fungsi dari jumlah kesempatan yang harus dimiliki hewan untuk memecahkan problem. Setiap kesempatan adalah usaha coba-coba, dan upaya percobaan berhenti saat si hewan mendapatkan solusi yang benar. Dalam eksperimen dasar ini, Thorndike secara konsisten mencatat bahwa waktu yang dibutuhkan untuk memcahkan masalah menurun secara sistematis seiring dengan bertambahnya upaya pecobaan yang dilakukan hewan; artinya, semakin banyak kesempatan yang dimiliki hewan, semakin cepat ia akan memecahkan masalah.
Thorndike juga menyebutkan bahwa proses belajar bersifat incremental (bertahap), bukan secara insightful (langsung ke pengertian). Dengan kata lain, belajar dilakukan dengan langkah-langkah kecil yang sistematis, bukan langsung melompat ke pengertian yang mendalam. Berdasarkan risetnya juga, Thorndike juga menyimpulkan bahwa belajar adalah bersifat langsung dan tidak dimediasi oleh pemikiran atau penalaran. Jadi, dengan mengikuti prinsip parsimoni, Thorndike menolak campur tangan nalar dalam belajar dan ia lebih mendukung tindakan seleksi langsung dan pengaitan dalam belajar. Penentangan terhadap arti penting nalar dan ide dalam belajar ini menjadi awal dari apa yang kemudian menjadi gerakan behavioristik di Amerika Serikat.
Thorndike juga memberikan pandangan bahwa semua mamalia, termasuk manusia, mengikuti suatu proses belajar dengan kaidah yang sama. Pemikiran Thorndike tentang proses belajar dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yang pertama adalah pemikiran sebelum tahun 1930 dan pemikiran sesudah 1930 yang banyak mengubah pandangannya.
Sebelum 1930
HUKUM KESIAPAN
Law of Readiness ini dikemukakan oleh Thorndike dalam bukunya yang berjudul The Original Nature, mengandung tiga bagian yang diringkas sebagai berikut :
1. Apabila suatu unit konduksi siap untuk menyalurkan, maka penyaluran tersebut akan memuaskan
2. Ketika suatu unit konduksi siap untuk menyalurkan, tatapi kemudian tidak menyalurkannya, maka akan menjengkelkan
3. Ketika suatu unit tidak siap untuk menyalurkan kemudian dipaksa untuk menyalurkan, maka akan menjengkelkan.
HUKUM LATIHAN
Law of Exercise terdiri dari dua bagian, yakni
1. Koneksi antara stimulus dan respon akan menguat ketika kedua-duanya dipakai bersamaan. Artinya, melatih hubungan antara situasi yang menstimulasi dengan suatu respon akan memperkuat koneksi diantara keduanya. Bagian ini disebut dengan Law of Use
2. Koneksi antara situasi dan respon akan melemah apabila praktik hubungan dihentikan atau jika ikatan netral tidak dipakai. Bagain dari hukum latihan ini dinamakan Law of Disuse.
Thorndike medefenisikan peguatan sebagai peningkatan probabilitas terjadinya respon ketika stimulus terjadi. Jika ikatan antara stimulus dan respon menguat, maka saat stimulus berikutnya terjadi akan ada peningkatan probabilitas terjadinya respon tersebut. Jika ikatan melemah, akan ada penurunan probabilitas respon saat stimulus berikutnya terjadi. Hukum latihan menyatakan bahwa kita belajar dengan kita berbuat dan kita lupa karena tidak berbuat lagi.
HUKUM EFEK
Law of Effect adalah penguatan atau pelemahan dari sutau koneksi antara stimulus dan respon sebagai akibat dari konsekuensi dari respon. Jika suatu respon diikuti dengan satisfying state of affairs (keadaan yang memuaskan), kekuatan koneksi akan bertambah. Jika respon diikuti dengan annoying state of affairs (keadaan yang menjengkelkan), kekuatan koneksi akan menurun. Respon berganda Respon berganda adalah langkah pertama dalam semua proses belajar. Respon ini mengacu pada fakta bahwa jika respon pertama kita tidak memecahkan masalah maka kita akan mencoba dengan respon lain. Tentu saja proses belajar trial and error ini bergantung pada upaya respon pertama dan kemudian pada respon selanjutnya hingga ditemukan respon yang bisa memecahkan masalah . Set atau Sikap Merupakan pengakuan adanya hal hal yang perlu dibawa kedalam suatu proses belajar. Perbedaan individual dalam proses belajar dijelaskan melalui perbedaan dasar diantara manusia : warisan kultural atau genetik dan keadaan kontemporer seperti deprivasi, keletihan, atau berbagai kondisi emosional. Tindakan yang menyebabkan kepuasan atau kejengkelan akan bergantung pada latar belakang organisme dan keadaan temporer tubuhnya pada saat proses belajar.
Prapotensi Elemen
Menurut Thorndike, prepotency of elemen berarti pada aktivitas parsial dari suatu situasi. Hal ini mengacu pada fakta bahwa hanya beberapa elemen dari situasi yang akan mengatur perilaku. Dengan melihat adanya kompleksitas lingkungan, individu pada umumnya hanya akan merespon beberapa elemen dari suatu situasi dan tidak memberikan respon terhadap situasi lainnya. Oleh karena itu, cara kita merespon terhadap suatu situasi akan bergantung pada apa yang kita perhatikan dan respon apa yang kita berikan untuk hal yang kita perhatikan tersebut. Respon dengan Analogi Adalah suatu proses pemberian respon terhadap situasi yang sebenarnya belum pernah dihadapi individu, namun situasi tersebut memiliki kesamaan dengan situsai lain yang telah pernah dihadapi individu tersebut. Jumlah transfer of training yang antara situasi yang kita kenal dengan yang tidak kita kenal dtentukan dengan jumlah elemen yang sama didalam kedua situasi tersebut. Pada 1906, Thorndike menyatakan bahwa tidak banyak bukti bahwa pendidikan dapat digeneralisasikan sedemikian mudahnya. Thorndike meyakini bahwa pendidikan akan menghasilkan keterampilan spesifik yang tinggi ketimbang keterampilan umum. Pergeseran Assosiatif Prosedur untuk menunjukkan pergeseran assosiatif dimulai dengan koneksi antara satu situasi tertentu dengan satu respon tertentu. Kemudian seseorang secara bertahap mengambil elemen-elemen stimulus yang merupakan bagian dari situasi awal, yang menurut teori elemen identik dari Thorndike, sepanjang ada cukup elemen dari situasi awal di dalam situasi baru, respon yang sama akan diberikan. Dalam hal tersebut, respon yang sama juga disampaikan melalui sejumlah perubahan stimulus dan kemudian dibuat untuk memicu kondisi yang sama sekali berbeda dengan kondisi yang diassosiasikan dengan respon awal. Thorndike setelah 1930 Revisi Hukum Latihan Thorndike secara esensial menarik kembali hukum penggunaan atau latihan, sebab pendapatnya yang menyatakan bahwa proses repetisi saja sudah cukup untuk memperkuat koneksi, ternyata tidak akurat. Penghentian repetisi ternyata tidak melemahkan koneksi dalam periode yang cukup panjang. Meskipun demikian, Thorndike tetap berpendapat bahwa latihan praktis akan menghasilkan kemajuan kecil dan kurangnya latihan akan menyebabkan naiknya tingkat kelupaan.
Setelah 1930
Revisi Hukum Efek
Hukum Efek hanya berisi separuh benar, yaitu bahwa proses yang diikuti oleh keadaan yang memuaskan akan diperkuat. Revisi hukum Efek menyatakan bahwa penguatan akan meningkatkan strength of connection (kekuatan Koneksi), sedangkan hukuman tidak memberi pengaruh koneksi. Belongingness Thorndike mengamati bahwa dalam proses belajar assosiasi ada faktor selain kontinguitas dan hukum efek. Jika elemen-elemen dari assosiasi dimiliki bersama, assosiasi diantara mereka akan dipelajari dan dipertahankan lebbih mudah ketimbang jika elemen itu bukan milik bersama. Hal tersebut dinamakan belongingness oleh Thorndike, yakni sifat-sifat suatu item yang erat hubungannya dengan, atau menjadi bagian integral dari item yang lain.
Penyebaran Efek
Thorndike menemukan bahwa keadaan yang memuaskan tidak hanya menambah probabilitas terulangnya respon yang menghasilkan keadaan yang memuaskan respon tersebut, tetapi juga meningkatkan probabilitas terulangnya respon yang mengitari respon yang memperkuat itu. Keadaan yang memuaskan tersebut, menurut Thorndike akan menyebar dari respon yang diperkuat ke respon yang berdekatan dengannya, dan hal ini lah yang disebut dengan penyebaran Efek.
Pendidikan menurut Thorndike
Menurut Thorndike, ada hubungan yang erat antara pengatahuan tentang proses belajar dengan praktik pengajaran. Dia mengharapkan akan ditemukan lebih banyak lagi pengetahuan tentang hakikat belajar, sehingga semakin banyak pengetahuan yang dapat diaplikasikan untuk memperbaiki praktik pengajaran.
Dibanyak tempat, pemikiran Thorndike bertentangan dengan gagasan tradisional mengenai pendidikan. Thorndike (1912) juga menganggap rendah teknik pengajaran berbentuk ceramah perkuliahan yang saat itu populer. Thorndike menyatakan bahwa pengajaran yang baik mesti melibatkan pengetahuan atas semua hal yang akan diajarkan. Jika individu pengajar tidak tahu dengan pasti hal apa yang akan diajarkannya, maka dia tidak akan tahu respon apa yang hendak dicari, dan kapan dia akan mengaplikasikan penguatan.
Ada tujuh aturan Torndike yang mewakili saran-sarannya untuk pengajajaran umum :
1. perhatikan situasi yang dihadapi murid
2. pertimbangkan respon yang ingin anda kaitkan dengan situasi itu
3. jalin ikatan antara murid dengan pengajar
4. jika hal-hal lain tidak berubah, jangan jalin ikatan yang berpeluang akan diputuskan lagi
5. jika hal-hal lain tidak berubah, jangan menjalin ikatan lebih dari satu, jika satu saja sudah cukup
6. jika hal-hal lain tidak berubah, bentuklah ikatan dengan cara mereka harus melakukan tindakan
7. oleh karena itu, dukunglah situasi yang ada ditawarkan oleh kehidupan itu sendiri, dan dukunglah respon yang dituntut kehidupan itu.
Thorndike menyatakan bahwa tujuan pendidikan itu harus berada dalam jangkauan kapabilitas siswa, dan tujuan itu harus dibagi-bagi dalam unit-unit yang bisa dikelola sehingga guru dapat mengaplikasikan ‘keadaan yang memuaskan’ saat pembelajar (siswa) memberikan respon yang tepat. Proses belajar berlangsung dari mulai yang sederhana hingga ke yang rumit. Perilaku pembelajar terutama ditentukan oleh penguat eksternal dan bukan oleh motivasi intrinsik. Penekanannya adalah untuk memicu pemberian respon yang benar kepada stimuli tertentu. Oleh karena itu, ujian itu penting, karena bertujuan memberikan feedback kepada murid dan guru mengenai proses belajar. Jika siswa menguasai pembelajaran dengan baik, mereka akan dengan cepat diperkuat. Jika terjadi kesalahan respon, maka akan dikoreksi secara cepat. Sehingga ujian tersebut dilaksanakan secara berkala. Thorndike juga percaya bahwa proses belajar dapat ditransfer dari ruang kelas ke lingkungan luar sepanjang dua situasi tersebut mirip. Proses pemberian suatu jenis pelajaran hanya akan dibenarkan jika pelajaran tersebut dapat membantu siswa untuk memecahkan problematika yang berkaitan dengan pelajaran tersebut saat mereka telah lulus sekolah.