Archive for October 2010

Jean Piaget

23 October 2010

Jean Piaget lahir pada 9 Agustus 1896 di Neuchatel, Swiss.

Pada awalnya, dia menyukai bidang biologi kemudian dia beralih ke bidang Epistimologi, yakni ilmu filsafat yang membahas hakikat pengetahuan.

Piaget mengemukakan pendapatnya tentang intelegensi, yakni :

 

  • Intelegensi memungkinkan sesorang untuk bertahan hidup dalam lingkungannya
  • Interaksi antara lingkungan dan organisme terus menerus berubah, dan mempengaruhi intelegensi manusia.

 

Beberapa poin penting dari pendapat Piaget:

Skema : adalah proses kognitif dari sekumpulan urutan tingkah laku dalam proses melakukan suatu hal. Dan skemata adalah totalitas kumpulan dari skema.

 

Asimilasi : adalah proses pencocokan struktur kognitif dengan kebutuhan situasi lingkungan berdasar dari skema awal yang dimiliki individu.

 

Akomodasi : adalah proses modifikasi struktur kognitif individu agar sesuai dengan kebutuhan lingkungan.

 

Ekuilibrasi : adalah proses penyeimbangan struktur kognitif yang dimiliki individu akibat ketidakmampuan menghadapi situasi lingkungan, sehingga menciptakan struktur kognitif baru yang sesuai dengan keadaan lingkungan.

 

Tahap perkembangan Piaget:

a. tahap sensorimotor

b. tahap preoperational

c. operational konkrit

d. operational formal.

 

Kontribusi Piaget dalam Dunia Pendidikan

Piaget mengasumsikan bahwa belajar terjadi kurang lebih secara kontinu dan belajar melibatkan akuisisi informasi dan representasi kognitif dari informasi itu. Secara spesifik konsep asimilasi dan akomodasinya mengidentifikasi dua tipe pengalaman belajar. Keduanya adalah proses belajar yang melibatkan akuisisi dan penyimpanan informasi. Namun asimilasi adalah jenis belajar yang statis, dibatasi oleh struktur kognitif yang ada. Akomodasi adalah pertumbuhan progresif dari struktur kogitif yang mengubah karakter dari semua proses belajar selanjutnya.

Ujian Psi Belajar (4b)

14 October 2010

Kasus 5

(http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/14/0947094/NTT.Mau.Perbaiki.Prestasi.Ujian.Nasional )

Bahwa pelaksanaan ujian akhir adalah sebagai suatu penilaian yang dapat diberikan kepada para peserta didik, untuk melihat sejuah mana kemampuan peserta didik, dan juga agar dapat memberikan feedback kepada para peserta didik, sesuai dengan pendapat Ausubel, bahwa pemberian feedback sebagai suatu proses belajar, agar tercapai tujuan belajar tersebut.

( sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/David_Ausubel )

Kasus 9 ( http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/14/19132443/Beswan.Djarum.Seleksi.12.Karya.Tulis-5 )

Pemberian beasiswa kepada peserta didik, tidak hanya semerta-merta memberikan reward atas suatu prestasi, tetapi juga sebagai ajang untuk menumbuhkan minat peserta didik lainnya, agar lebih meningkatkan kapasitas belajar mereka. Seperti pada kasus, beasiswa diberikan setelah terlebih dahulu melakukan seleksi, yang bertujuan untuk mendaptkan nilai terbaik, seperti yang diharapkan oleh penyelenggara kegiatan pemnerian beasiswa ini. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Ivan Pavlov, bahwa ketika suatu perilaku yang diharapkan telah muncul, maka diberikan suatu penguat atau reinforcement, agar perilaku tersebut semkin kuat.

( sumber  : Hergenhahn, B. R. & Matthew H. Olson. (2009). Theoris Of Learning : Edisi Ketujuh. Jakarta : Kencana )

Kasus 8 ( http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/14/14130174/Istimewakanlah.Anak.Cerdas.Istimewa… )

Dijelaskan bahwa anak-anak yang memiliki talenta agar dipersiapkan program pendidikan yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Gagne, bahwa dibutuhkan suatu instruksi-instruksi tertentu, untuk suatu tujuan tertentu pula. Dengan program pendidikan yang khusus untuk anak berbakat, maka tujuan yang diharapkan pun berbeda pula dibandingkan dengan program pendidikan untuk siswa normal.

( sumber : Hergenhahn, B. R. & Matthew H. Olson. (2009). Theoris Of Learning : Edisi Ketujuh. Jakarta : Kencana )

Ujian Psi. Belajar (4a)

14 October 2010

1. Penting, Tentukan Jurusan dari Sekarang

JAKARTA, KOMPAS.com — Perkembangan dunia yang semakin pesat mengharuskan setiap individu memiliki bekal ilmu pengetahuan yang cukup tinggi untuk menunjang kariernya di masa depan. Ilmu yang diperoleh tidak hanya saat sekolah, tetapi juga ditunjang dengan pendidikan lanjutan.

Demikian diungkapkan Indri Hapsari, Guidance and Counseling Binus International School, Serpong, Jumat (24/9/2010) di acara Binus International School-2nd University Fair. Untuk itulah, Indri mengungkapkan, para siswa yang duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA), khususnya kelas II dan III, membutuhkan banyak informasi dan panduan memilih jurusan dan universitas selepas lulus nanti.

“Adanya kebutuhan dari murid-murid SMA akan informasi dan bimbingan mengenai perencanaan karier membuat kami merasa perlu menyelenggarakan acara yang bisa memberikan informasi segala hal mengenai perguruan tinggi dan memberikan bimbingan menyeluruh kepada para siswa untuk perencanaan karier mereka,” ujar Indri.

Adapun kegiatan 2nd University Fair ini diperuntukkan bagi siswa-siswi Binus International School Serpong, khususnya kelas II dan III SMA. Tercatat ada sekitar 11 universitas yang berpartisipasi dalam acara ini, antara lain, Binus University, Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), National University of Singapore (NUS), APU (Jepang), IDP Education (Australia), British Council (Inggris), Swiss Hotel Management School (Swiss), CESI, dan NYU-AD IIEF.

“Ini untuk memberikan informasi yang layak bagi para siswa mengenai beberapa jurusan dan universitas, baik di dalam maupun di luar negeri, sehingga nantinya mereka bisa memilih jurusan dan universitas sesuai keinginan dan kemampuannya masing-masing. Karena hal ini juga akan menentukan karier mereka di masa mendatang”, ungkap Indri.

(http://edukasi.kompas.com/read/2010/09/25/13085915/Penting..Tentukan.Jurusan.dari.Sekarang )

2. Idealnya, Remaja Memang Perlu Belajar…

KOMPAS.com — Psikolog Tika Bisono mengatakan, remaja ikut-ikutan teman main ke mal atau berbelanja benda konsumtif adalah sesuatu yang wajar karena mereka hidup dalam perspektif peer group. Lho, kok?

”Buat anak-anak yang kreatif, mereka akan jadi pemimpin dalam grup, menjadi rujukan buat anak-anak yang relatif pasif dan tak kreatif. Mereka yang pasif ini akan sangat terbantu,” kata Tika.

Percampuran model kepribadian, sifat, dan karakter ini, menurut Tika, akan menguntungkan pertumbuhan psikologis karena remaja sangat berkepentingan untuk diakui dan diterima kelompoknya. Bagaimana remaja mengelola uangnya, mereka bisa mencontoh bagaimana orangtua masing-masing mengelola uang. Jika orangtua mengajarkan berhemat, sebaiknya remaja juga melakukan penghematan karena mencari uang itu tak mudah.

Berapa besar uang saku yang ideal buat remaja tentunya disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing. Itu juga yang dikemukakan perencana keuangan Safir Senduk.

”Remaja perlu belajar bagaimana mengelola uang, mereka harus bisa mempertanggungjawabkan ke mana uangnya digunakan,” katanya.

Hal yang harus dilatih para remaja adalah bagaimana membangun kemampuan nalar dan logika, bagaimana mengambil keputusan yang tepat.

”Kalau mereka bisa mengambil keputusan sendiri, itu tentu lebih bagus dibandingkan disuruh orangtua karena keputusannya tak akan matang. Kalau remaja sudah bisa memutuskan sendiri, tidak ikut-ikutan teman, itu namanya punya kecerdasan intrapersonal. Tidak masalah bergaul dengan siapa pun kalau dia sudah memiliki kecerdasan intrapersonal,” kata Tika. (LOK)

(http://edukasi.kompas.com/read/2010/09/03/1823141/Idealnya..Remaja.Memang.Perlu.Belajar… )

3. Kuliah Jangan Besar Pasak dari Tiang!

JAKARTA, KOMPAS.com – Pemakaian dan penawaran untuk menggunakan kartu kredit semakin gencar dilakukan oleh berbagai bank dengan berbagai pengurangan syarat untuk menarik minat nasabah dalam menggunakannya. Buat para mahasiswa, sebaiknya lebih bijaksana menggunakannya.

“Penggunaan kartu kredit memang baik, tetapi bagaimana caranya supaya tidak menjadi besar pasak daripada tiang,” kata Wijantini, Associate Dean for Academic Affairs Prasetiya Mulia, di acara peluncuran program pendidikan keuangan Managing Your Wealth di Jakarta, Rabu (1/9/2010).

Agar penggunaan kartu kredit tidak “menyengsarakan” penggunanya, lanjut Wijantini, pengaturan keuangan harus didahulukan. Dengan demikian, para pengguna kartu kredit dapat melihat kemampuan berbelanja mereka.

Selain itu, dengan melakukan perencanaan keuangan, hidup akan menjadi lebih tenang dengan tidak adanya hutang pada akhir bulan. Perencanaan keuangan juga akan membuat seseorang bisa memperoleh berbagai keinginannya.

Adapun perencanaan keuangan yang dimaksudkan meliputi pengeluran pokok, tabungan, dan pengeluaran untuk kebutuhan. Ketika semua itu telah terencana dengan baik, seseorang dapat berjalan dengan lebih santai dan tanpa beban.

Sebelumnya, Retail Bank Head Citibank, Meliana Sutikno, di acara tersebut mengatakan, Citi Indonesia meluncurkan program pendidikan keuangan Managing Your Wealth ini dalam bentuk yang akan dipromosikan di kampus-kampus. Buku tersebut terdiri dari enam buku dengan topik pembahasan yang berbeda-beda sesuai dengan tahap kehidupan.

Meliana mengungkapkan, buku ini tidak akan dijadikan buku pelajaran wajib para mahasiswa, melainkan hanya sebagai tambahan. Buku-buku tersebut tidak dijual bebas, karena didistribusikannya lewat perpustakaan kampus seperti di Prasetya Mulia Business School, Binus Businesss School, dan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

(http://edukasi.kompas.com/read/2010/09/01/17073517/Kuliah.Jangan.Besar.Pasak.dari.Tiang.. )

4. Budaya Membaca Masih Memprihatinkan

JAKARTA, KOMPAS.com — Budaya membaca masih menjadi persoalan di Indonesia. Peningkatan minat membaca sejak dini di sekolah terkendala minimnya koleksi-koleksi buku yang menarik bagi siswa.

Jika melihat indikator sosial dan budaya Badan Pusat Statistik, salah satu yang dilihat adalah penduduk berumur 10 tahun yang membaca surat kabar atau majalah. Semakin tahun, jumlah itu semakin menurun.

Tahun 2009, baru sebanyak 18,94 persen yang membaca surat kabar atau majalah. Tahun sebelumnya, jumlah pembaca itu berada di kisaran 23 persen. Sebaliknya, jumlah penduduk yang menonton televisi terus meningkat. Tahun 2009, jumlahnya mencapai 90,27 persen, sedangkan tahun sebelumnya 85,86 persen.

Ketua Ikatan Penerbit Indonesia Setia Dharma Madjid di Jakarta, Kamis (7/10/2010), mengatakan bahwa minat baca belum menguat karena koleksi buku yang ada belum sesuai dengan kebutuhan mereka. “Kita mesti punya grand design kebutuhan buku secara nasional,” kata Setia.

Kukuh Sanyoto, Direktur Eksekutif Serikat Penerbit Suratkabar bidang Pendidikan, mengatakan bahwa pemerintah mesti menyedikan informasi murah dan mudah untuk masyarakat. Untuk itu, perlu ada subisidi terhadap buku, surat kabar, dan lain-lain. Media literasi masyarakat masih terpusat di ibu kota.

Koleksi buku-buku di perpustakaan SD masih didominasi buku-buku teks pelajaran. Di sekolah-sekolah, jarang ada program rutin untuk membuat siswa biasa memanfaatkan perpustakaan.

( HYPERLINK “http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/07/19573456/Budaya.Membaca.Masih.Memprihatinkan” http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/07/19573456/Budaya.Membaca.Masih.Memprihatinkan)

5. NTT Mau Perbaiki Prestasi Ujian Nasional

KUPANG, KOMPAS.com – Gubernur Nusa Tenggara Timur bersama para bupati, wali kota, juga rektor perguruan tinggi, menandatangani perjanjian kerja sama, Rabu (13/10/2010), untuk meningkatkan prestasi siswa dalam ujian nasional (UN).

Dalam kerja sama tersebut, perguruan tinggi akan memberikan pelatihan kepada guru-guru bidang studi yang selanjutnya diajarkan kepada murid-muridnya. Gubernur NTT Frans Lebu Raya mengingatkan, NTT harus meningkatkan kualitas pendidikannya agar tidak tertinggal dari daerah lain.

Persentase kelulusan UN di NTT pada 2010 menempati urutan terakhir dari 33 provinsi. Tingkat kelulusan SMA (48,02 persen), SMK (65,71 persen), dan SMP (60,13 persen). (SEM)

( HYPERLINK “http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/14/0947094/NTT.Mau.Perbaiki.Prestasi.Ujian.Nasional” http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/14/0947094/NTT.Mau.Perbaiki.Prestasi.Ujian.Nasional)

6. BOS Daerah Harus Ada

JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah daerah di tingkat provinsi dan kota/kabupaten mesti menyediakan dana bantuan operasional sekolah (BOS) daerah yang bersumber dari APBD. Dana BOS daerah itu dibutuhkan untuk menambah BOS dari pemerintah pusat yang dimaksudkan untuk mewujudkan pendidikan dasar gratis dan bermutu.

“Untuk pendidikan dasar, harus seminim mungkin menarik dana dari masyarakat. Itu bisa terwujud jika semua gubernur dan walikota/bupati menyediakan BOS daerah di APBD. Itu harus mulai dilaksanakan,” kata Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh di Jakarta, Rabu (13/11/2010).

Guna memastikan bantuan operasional sekolah (BOS) daerah ada di APBD, lanjut Nuh, dirinya telah membuat kesepakatan dengan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi. Kedua menteri ini membuat surat edaran bersama kepada para gubernur dan bupati/walikota untuk mengoptimalkan peran pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan program BOS.

Nuh mengatakan, pengawasan dan sanksi akan mulai dijalankan dalam penyusunan APBD 2011. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan mencermati adanya item dana BOS daerah di setiap APBD provinsi dan kota/kabupaten. Jika tidak ada, Kemendagri tidak memproses penyetujuan APBD di tingkat pusat.

Nuh menambahkan, program BOS juga akan dimasukkan dalam agenda audit pemerintah daerah. Dengan demikian, pemerintah daerah terlibat dalam monitoring program BOS di sekolah. Dana monitoring dan evaluasi program BOS itu disediakan dari APBD.

( HYPERLINK “http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/13/18365913/BOS.Daerah.Harus.Ada” http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/13/18365913/BOS.Daerah.Harus.Ada)

7. Bicara Sanitasi, Anak juga Bisa Kreatif

JAKARTA, KOMPAS.com – Beragam ide kreatif yang dituangkan dalam karya tulis dan poster mengenai sanitasi membawa para peserta mengikuti Jambore Sanitasi 2010. Para peserta berharap bisa menjadi Duta Sanitasi 2010.

“Saya mengikuti kegiatan ini setelah menjadi juara kedua lomba poster bertema Drainase Lingkungan Air,” ujar Putri, peserta asal SMP 3 Langsa, Aceh.

Menurut dia, tujuannya mengikuti acara ini setidaknya bisa berperan serta melindungi air bersih di dunia. Ia mengaku sudah merasa senang bisa lolos sampai ke tingkat nasional.

“Menang di provinsi saja sudah bangga, apalagi sampai bisa di sini karena saya mendapatkan banyak teman dari seluruh Indonesia,” pungkas Putri.

Syifa, peserta asal SMP 2 Tasikmalaya, juga demikian. Posternya yang berjudul Kembali Ke Alam berhasil menang dan menjadi tiketnya untuk lolos ke tingkat nasional.

“Saya ingin sekali kualitas air kembali seperti dulu, bisa mandi langsung dari pancuran. Orang belum sadar dengan kebersihan air dan suka membuang sampah sembarangan,” ucap Syifa.

Sementara itu seorang peserta lainnya, Ika, asal SMP 1 Sidikalang, Sumatera Utara, mengaku ingin sekali meraih predikat Duta Sanitasi 2010. Ia melaju ke tingkat nasional setelah menjuarai lomba karya tulis bertajuk Air Berkualitas untuk Hidup Berkualitas.

Merubah kebiasaan

Duta Sanitasi 2008, Ahdika Hakim, mengungkapkan, memang sulit merubah kebiasaan seseorang untuk tidak membuang sampah sembarangan. Padahal, lanjut dia, dari sampah kita bisa membuat sesuatu yang berharga dengan menerapkan konsep 3R, yaitu reduce, reuse, dan recycle.

Sebagai Duta Sanitasi, tutur Ahdika, ia aktif dalam berbagai konferensi dan penyuluhan tentang sanitasi dan pelestarian lingkungan. “Sekolah dan lingkungannya seharusnya lebih mendukung kegiatan ini dan terus melakukan kampanye atau penyuluhan agar terus memperbaiki mutu sanitasi di Indonesia,” ujar siswa SMUN Harapan 1, Sumatera Utara.

(  HYPERLINK “http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/14/11565421/Bicara.Sanitasi..Anak.juga.Bisa.Kreatif” http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/14/11565421/Bicara.Sanitasi..Anak.juga.Bisa.Kreatif )

8. Istimewakanlah Anak Cerdas Istimewa…

JAKARTA, KOMPAS.com – Umumnya, anak-anak yang memiliki kecerdasan istimewa selama ini belum diperlakukan dengan terarah. Pendidikan bagi mereka cenderung diperlakukan tanpa fokus dan berlaku seperti umumnya anak-anak normal.

Demikian diungkapkan oleh pengamat pendidikan Anita Lie kepada Kompas.com di Jakarta, Kamis (14/10/2010). Menurutnya, selama ini ada dua perlakukan ekstrem yang diberikan pada anak-anak cerdas istimewa. Pertama di-ignore atau diabaikan, yang kedua terlalu diforsir kecerdasannya dengan mengikut sertakan pada lomba atau kompetisi yang marak dengan sebutan olimpiade.

“Maka, sudah seharusnya sekolah dan perguruan tinggi memiliki program untuk menghadapi anak-anak cerdas istimewa,” ujar peraih gelar Doktor Pendidikan bidang kurikulum dan pengajaran dari Baylor University, Amerika Serikat, ini.

Anita menambahkan, kebutuhan pendidikan bagi anak cerdas istimewa harus berimbang dan holistik. Hal tersebut harus dimulai dari guru-guru atau dosen di sekolah dan perguruan tinggi, khususnya dalam menyiapkan program keberbakatan bagi anak didiknya tersebut.

“Sehingga sekolah dan perguruan tinggi bisa dengan fokus mengajar anak-anak istimewa ini dan khusus pemerintah sebaiknya menyiapkan tenaga pendidik yang memang khusus menangani anak istimewa ini, biar tidak salah fokus dan tujuan pendidikannya,” ujar dosen Universitas Katolik Widya Mandala, Surabaya, ini.

Sebelumnya, dalam diskusi Indonesia-Korea Forum mengenai Green Growth and Gifted in Science Towardas Nation Buliding di Jakarta, Rabu (13/10/2010), Asisten Deputi Data dan Informasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kementerian Riset dan Teknologi, Finarya Legoh, mengatakan bahwa kecerdasan istimewa pada anak-anak merupakan aset berharga bagi negara untuk pembangunan pada masa depan.

Sistem pendidikan nasional di Indonesia, papar Finarya, sebetulnya sudah mengatur secara khusus mengenai pendidikan bagi anak-anak berbakat istimewa, yakni anak yang memiliki IQ lebih dari 130. Akan tetapi, proses pembelajaran bagi anak-anak ini belum optimal, misalnya karena kurang tepatnya proses seleksi siswa, kurangnya kualitas dan kemampuan pendidik, serta padatnya kurikulum pendidikan di Tanah Air.

Untuk itu, Finarya menekankan perlunya pengembangan bakat anak cerdas istimewa ini seperti sudah dilakukan oleh Korea Selatan. Pada 2002, Korea Selatan menerbitkan Undang-undang tentang Pendidikan Anak Cerdas Istimewa dan ini memicu perkembangan pendidikan khusus bagi anak-anak bertalenta tersebut.

Kurikulum green growth, kata dia, sudah diajarkan pada sekolah-sekolah dan diperdalam lagi pada tingkat universitas. Korean Advanced Institue of Science Technology (KAIST), misalnya, membuat laboratorium-laboratorium khusus bagi anak-anak cerdas di sekolah menengah atas.

“Kami ingin mengembangkan program-program yang bisa diserap oleh anak-anak cerdas istimewa. Jadi, yang kami utamakan adalah program green growth,” kata Finarya.

( http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/14/14130174/Istimewakanlah.Anak.Cerdas.Istimewa… )

9. Beswan Djarum Seleksi 12 Karya Tulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Beswan Djarum 2010 menyelenggarakan Lomba Karya Tulis yang dipresentasikan di Jakarta, Kamis (14/10/2010). Lomba karya tulis yang terbatas hanya untuk mahasiswa penerima beasiswa Djarum ini memaparkan tentang pentingnya gagasan kreatif dan orisinil mahasiswa Indonesia menuju masa depan ke-Indonesia-an.

Karya tulis ilmiah tersebut bukan hasil penelitian atau skripsi sehingga belum pernah dipublikasikan dan diperlombakan. Proses penjuruan lomba karya tulis dilakukan dua tahap, yaitu di tingkat regional dan tingkat nasional.

Adapun dewan juri regional (DJR) terdiri dari tiga orang akademisi yang dipilih dari beberapa perguruan tinggi di wilayah cakupan regional. Sementara untuk tingkat nasional, dewan juri nasional (DJN) terdiri dari tiga orang, antara lain Dr Soefyan Tsauri (Ketua Majelis Profeser Riset Indonesia), Anies Rasyid (Rektor Universitas Paramadina), serta Suryapratomo (Direktur Pemberitaan Metro TV). Setelah semua peserta mempresentasikan karya tulisnya, DJN akan menilai 12 karya tulis yang terdiri dari 3 karya tulis terbaik dari 4 regional.

Salah satu karya tulis yang menarik dipresentasikan adalah Potensi Tempe Kalengan sebagai Media Promosi Pangan Khas Indonesia ke Mancanegara karya Reggie Surya dari Institut Pertanian Bogor. Ada juga Komik Kepahlawanan Modern Untuk Indonesiaku karya Selvi Eka Puspitasari dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), serta Standarisasi dan Revitalisasi Ekuitas Merek Batik di Indonesia untuk Mengoptimalkan Pasar Batik di Regional Asia Tenggara dan China karya Reza Meifia Fitra dari Universitas Airlangga.

(http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/14/19132443/Beswan.Djarum.Seleksi.12.Karya.Tulis-5 )

10. Bekali Anak Cerdas dengan “Green Growth”

JAKARTA, KOMPAS.com — Untuk mengoptimalkan pembangunan ekonomi berbasis lingkungan, Indonesia perlu membekali anak-anak dengan kecerdasan istimewa dengan pengetahuan mengenai sinergi lingkungan dan ekonomi (green growth).

Asisten Deputi Data dan Informasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kementerian Riset dan Teknologi Finarya Legoh mengatakan bahwa kecerdasan istimewa pada anak-anak ini merupakan aset berharga bagi negara untuk pembangunan pada masa depan. Sistem pendidikan nasional di Indonesia, papar Finarya, sebetulnya sudah mengatur secara khusus mengenai pendidikan bagi anak-anak berbakat istimewa, yakni anak yang memiliki IQ lebih dari 130. Akan tetapi, proses pembelajaran bagi anak-anak ini belum optimal, misalnya karena kurang tepatnya proses seleksi siswa, kurangnya kualitas dan kemampuan pendidik, serta padatnya kurikulum pendidikan di Tanah Air.

Untuk itu, Finarya menekankan perlunya pengembangan bakat anak cerdas istimewa ini seperti sudah dilakukan oleh Korea Selatan. Pada 2002, Korea Selatan menerbitkan Undang-undang tentang Pendidikan Anak Cerdas Istimewa dan ini memicu perkembangan pendidikan khusus bagi anak-anak bertalenta tersebut.

Kurikulum green growth sudah diajarkan pada sekolah-sekolah dan diperdalam lagi pada tingkat universitas. Korean Advanced Institue of Science Technology (KAIST), misalnya, membuat laboratorium-laboratorium khusus bagi anak-anak cerdas di sekolah menengah atas.

“Kami ingin mengembangkan program-program yang bisa diserap oleh anak-anak cerdas istimewa. Jadi, yang kami utamakan adalah program green growth,” kata Finarya dalam diskusi Indonesia-Korea Forum mengenai Green Growth and Gifted in Science Towardas Nation Buliding di Jakarta, Rabu (13/10/2010).

“Kami banyak belajar dari Korea Selatan bagaimana mereka memperlakukan anak-anak cerdas istimewa ini,” ujarnya.

Finarya menambahkan, untuk menjalankan program-program khusus tersebut, Kementerian Riset dan Teknologi harus bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan Nasional agar tidak terjadi tarik-menarik kepentingan antar-kementerian.

(http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/13/13412034/Bekali.Anak.Cerdas.dengan..quot.Green.Growth.quot. )

Ujian Psi. Belajar ( 1- 3 )

14 October 2010

1. a. Belajar adalah suatu proses untuk mendapatkan suatu pengetahuan yang baru, yang akan digunakan individu untuk mengelola potensi perilakunya, demi kepentingan individu itu sendiri ataupun untuk lingkungannya. Terjadi perubahan yang relatif permanen dalam perilaku atau potensi perilaku sebagai hasil dari proses belajar tersebut. Perubahan akibat belajar dapat terjadi dalam berbagai bentuk perilaku, dari ranah kognitif, afektif, dan/atau psikomotor. Tidak terbatas hanya penambahan pengetahuan saja

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik.

b. Perbedaan :

  1. Belajar diadakan oleh peserta didik dan juga tim pengajar, sedangkan pembelajaran hanya diadakan oleh tim pengajar. Contoh : siswa belajar, guru mengadakan pembelajaran
  2. Tidak ada batasan pendidikan dan usiauntuk proses belajar, sedangkan proses pembelajaran formal dibatasi oleh pendidikan dan usia dari tim pengajar. Contoh : semua usia boleh belajar, sedangkan proses pemebelajaran pendidikan formal dibatasi usia.

c. Keterkaitan proses belajar dan pembelajaran.

Pada dunia pendidikan formal,  kedua hal tersebut berhubungan erat, dimana setiap proses belajar, akan berlangsung pula proses pembelajaran.

Contoh : Ketika peserta didik mempersiapkan diri untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dari dunia pendidikan formal, maka tim pengajar juga telah mempersiapkan proses pembelajaran sesuai dengan tingkatan peserta didik. Anak sekolah dasar, akan belajar hala yang berbeda dengan anak sekolah tingkat menengah. Demikian juga dari tim pengajar,pasti akan menyiapkan hal yang berbeda. Ketika berada di ruangan kelas, maka kedua hal tersebut berlangsung bersamaan, dan keduanya juga saling mempengaruhi. Ketika peserta didik tidak siap dengan proses belajar, maka proses pembelajaran yang akan diberikan tim pengajar akan terganggu. Demikian sebaliknya, bila proses pembelajaran tidak siap untuk dilaksanakan, maka proses belajar akan terganggu.

2.

a. Teori Pavlov: bahwa untuk menciptakan suatu perilaku yang diaharapkan, maka dibutuhkan suatu stimulus yang akan dikondisikan dengan perilaku yang diharapkan. Contoh : seorang siswa diharapkan  agar terlebih dahulu mempersiapkan diri dengan membaca buku pelajarannya sebelum masuk kedalam kelas. Maka ketika ada siswa yang tidak membaca buku pelajarannya, maka dia diberikan hukuman. Ketika terjadi pembiasaan perilaku, maka siswa tersebut akan tetap mempersiapkan diri, walaupun tingkat hukuman sudah tidak berlaku lagi.

Teori Skinner : bahwa setiap respon perilaku yang mendapatkan stimulus yang bersifat menguatkan, maka perilaku tersebut akan cenderung dilakukan berulang. Adapun perilaku-perilaku yang hanya masih sekedar mengarah pada perilaku yang diharapkan, maka perilaku tersebut sudah dianggap dapat diberikan stimulus yang akan membangkitkan perilaku yang diharapkan.

Contoh : ketika seorang anak berani menjawab pertanyaan yang diberikan, kemudian dia diberikan suatu permen kesukaannya, maka perilaku anak untuk berani menjawab pertanyaan akan semakin meningkat. Bahkan, ketika jawaban yang diberikan pun masih belum tepat, dia berhak mendapatkan penguat, sehingga perilakunya akan semakin menguat.

Teori Thorndike : bahwa proses belajar yang pertama kali adalah proses Trial & Error, dimana individu akan mencoba untuk mengetahui sendiri batas kemampuan intelejensi dirinya, dan mungkin saja terjadi kesalahan pada saat pertama kali melakukan suatu perilaku. Ketika individu dibenarkan dengan pendapat dari individu lain, maka perilaku itu akan semakin menguat, dan sebaliknya, jika perilaku itu disalahkan, maka perilaku itu akan melemah , bahkan menghilang.

Contoh : seorang anak kecil yang tidak tahu pertama kali menggunakan alat tulis, maka mungkin hal yang pertama kali dilakukan terhadap alat tulis itu adalah memegangnya dengan erat, dan menuliskan sesuatu yang tidak bermakna. Ketika kemudian dia diajarkan cara menulis yang benar, maka semakin lama anak tersebut akan semakin baik tulisannya, dan bermakna.

2.

b. Teori  Bruner : bahwa proses belajar menurut Bruner adalah proses menghubungkan hal-hal yang bersifat mirip, dan kemudian menghubungkannya kedalam suatu struktur yang lebih berarti. Struktur tersebut terdiri atas kategori-kategori yang saling memisahkan informasi satu sama lain. Pada saat proses belajar, individu akan menarik pengalaman-pengalaman masa lalunya sebagai dasar pengetahuannya untuk menemukan fakta dan hubungan mengenai suatu kebenaran baru yang akan dipelajari.

Contoh : ketika seorang anak berusia 13 tahun, yang telah mengetahui cara menggunakan pensil, maka ketika dia hendak belajar menggunakan pena, maka dia juga akan menggunakan prinsip yang sama dalam penggunaan kedua alat tulis tersebut. Walaupun ketika pertama kali penggunaan pena tersebut sedikit kaku, pembiasaan diri akan membantu anak dalam penggunaan alat tulis tersebut.

Teori Ausubel : bahwa belajar adalah suatu proses menciptakan hubungan antara topik yang lama dengan yang baru, kemudian terjadi pengorganisasian konsep, dan proses menciptakan hubungan struktur kognitif yang hierarkis dengan mengaitkan pengetahuan yang sebelumnya. Proses belajar bermakna terjadi bila terdapat struktur kognitif yang hierarkis.

Contoh : proses kognitif yang hierarkis bisa terlihat seperti pada pengetahuan awal peserta didik. Pada kemampuan kognitif dalam hitungan matematis, anak pertama kali akan diajarkan mengenai proses penambahan dan pengurangan. Setelah itu, anak akan diajarkan proses perkalian dan pembagian. Ketika anak sudah menguasai proses tersebut, proses selanjutnya adalah proses yang lebih spesifik dan lebih rumit, namun tetap berhubungan dengan proses yang sebelumnya. Hierarki ini lah yang akan menghasilkan proses belajar yang bermakna.

3. Hakekat Teori Sosial Bandura

Adalah proses belajar sosial atau kognitif sosial serta efikasi diri yang menunjukkan pentingnya proses mengamati dan meniru perilaku, sikap dan emosi orang lain. Teori Bandura menjelaskan perilaku manusia dalam konteks interaksi tingkah laku timbal balik yang berkesinambungan antara kognitive perilaku dan pengaruh lingkungan. Faktor-faktor yang berproses dalam observasi adalah perhatian, mengingat, produksi motorik, motivasi.

Self Efficacy

Adalah suatu anggapan dari individu bahwa kemampuan yang dimilikinya lebih rendah atau lebih tinggi dari yang sesungguhnya. Ketika hal ini terjadi,maka akan terjadi beberapa hambatan yang sangat berpengaruh ketika individu ini melakukan suatu hal. Hal yang paling penting adalah bahwa peserta didik dapat dimotivasi secara internal, dalam proses belajar. Ketika individu dihadapkan dengan model dengan standar kemampuan yang tinggi, maka individu juga akan menetapkan standar yang tinggi dalam usaha pencapaian belajarnya, dan sebaliknya ketika dihadapkan dengan model standar minimum, anak akan termotivasi juga untuk menetapkan motivasi yang minimum dalam usaha pencapaian belajarnya. Dari pernyataan tersebut, Bandura mengungkapkan bahwa ketika individu menghargai perilakunya sendiri, dan menganggap itu baik, maka perilaku tersebut akan cenderung dipertahankan dan diperkuat.

Contoh : Sebelum diadakan proses belajar, seorang anak diberi cerita mengenai seorang tokoh yang menjadi idola anak tersebut, bahwa tokoh tersebut memiliki sejarah yang sangat membanggakan, dan merupakan suatu tokoh yang penuh dengan usaha perjuangan dalam mencapai cita-citanya. Setelah itu, anak diberitahu bahwa demi mencapai cita-cita itu, bahwa usaha kita tidak boleh setengah-setengah dan kita harus memperjuangkannya. Proses penanaman motivasi tersebut, akan meningkatkan standar  perilaku dari anak tersebut, sehingga setiap usaha yang diberikan dia dalam melakukan performa akan meningkat.

Hal lain yang bisa dilihat dari konsep ini adalah juga, ketika seorang anak yang sejak kecil tidak pernah kesulitan untuk mendapatkan apa yang diinginkannya, maka motivasi yang timbul dari diri anak tersebut untuk melakukan usaha dalam pencapaian tujuan akan rendah. Bahkan ketika dia gagal dalam usaha  pencapaiannya, tidak ada usaha untuk meningkatkan motivasi dalam pencapaian tujuan tersebut.

Psi. Belajar 2

2 October 2010

Sistem belajar dari seluruh jenjang pendidikan baik juga di jenjang perkuliahan, pasti akan dipenuhi dengan sistem belajar yang bersifat inklusi, yakni cara belajar dengan terlebih dahulu belajar pada hal-hal yang lebih bersifat umum dan kemudian bergerak pada hal yang lebih bersifat khusus. Situasi pada hal ini sangat sesuai dengan pendapat David Ausubel.

Hal selanjutnya dari sistem belajar yang bersifat inklusi itu adalah keterkaitannya dengan struktur kognitif yang hierarkis. Kuliah di Fakultas Psikologi, pasti dikenalkan terlebih dahulu pada mata kuliah Psikologi Umum I, yang akan mengenalkan apa itu psikologi, sejarahnya, dan kemudian memberikan gambaran-gambaran besar dari jenis psikologi itu sendiri. Sama halnya dengan mata kuliah Psikologi Umum II, akan membahas garis-garis besar dari jenis psikologi lain yang belum dibahas dari mata kuliah Psikologi Umum I tersebut. Mata kuliah semester II akan banyak mempelajari jenis psikologi yang merupakan bagian pembahasan dari Psikologi Umum I. Hal yang lebih sederhana yang akan saya jelaskan, adalah mata kuliah yang terkadang menjadi momok bagi para mahasiswa psikologi (tapi tidak buat saya) adalah mata kuliah yang melakukan perhitungan. Hierarki yang paling atas dan yang paling sederhana adalah mata kuliah Statistika (Semester I), kemudian mata kuliah Statistika Nonparametrik (Semester II), selanjutnya mata kuliah Psikometri (Semester IV), dan sampai Kontruksi Alat Ukur (Semester V) – sebelumnya disebut dengan mata kuliah Konstruksi Alat Tes. Dari penjelasan tersebut, bahwa hierarki kognitif yang saya terima adalah berawal dari hal yang lebih sederhana, hingga hal yang paling kompleks. Hal itu juga ada kaitannya dengan Teori Belajar Bermakna yang disampaikan oleh Ausubel. Ketika masih Semester I, saya akan diperkenalkan terlebih dahulu pada dasar-dasar statistika dan hubungannya dengan perkuliahan di Psikologi, diberikan konsepnya, dan saya menghubungkan berbagai ingatan saya mengenai mata kuliah ini dari pengetahuan yang saya terima ketika masih duduk di bangku sekolah menengah atas, saya menggabungkannya, menyusun kedalam bentuk baru, dan menyesuaikan dengan kebutuhan saya, sebab penggunaan statistika ketika masih SMA jauh berbeda dengan ketika sudah duduk dibangku kuliah, dari yang saya rasakan. Dengan hal itu, ketika saya sekarang dihadapkan pada mata kuliah Kontruksi Alat Tes, bukan lagi menjadi alasan bagi saya untuk tidak mengetahui dasar-dasar statistika, dan saya juga harus mampu menggunakan pengetahuan saya sebelumnya mengenai perhitungan statistika ini.

Demikianlah teori dari David Ausubel banyak mempengaruhi sistem belajar saya, yakni proses penyusunan struktur kognitif yang bersifat hierarkis dan kemudian sistem belajar yang bersifat inklusi, dari hal yang sederhana, kepada hal yang lebih kompleks.

Psi. Belajar 1

1 October 2010

Ada banyak perubahan yang terjadi dari sistem pembelajaran ketika masih sekolah menengah dengan sistem pembelajaran pada saat kuliah. Hal yang terutama, adalah bagaimana usaha yang diberikan siswa dalam memperoleh ilmu pengetahuan.

Ketika masih duduk di bangku sekolah menengah atas, saya lebih banyak bersifat menerima ilmu pengetahuan, dan hanya sedikit dengan melakukan pencarian sendiri. Hal ini dipengaruhi, kurangnya sumber informasi yang bisa saya dapatkan, prosedural manajemen waktu saya yang belum teratur, dan juga pengaruh keadaan sosial dimana saya tinggal yang kurang mendukung proses pencarian informasi dalam usaha belajar.

Ketika saya sudah dihadapkan pada bangku perkuliahan, terjadi pergeseran nilai sistem belajar yang saya lakukan. Saya harus banyak mencari sendiri ilmu pengetahuan yang nantinya harus dipresentasikan, ataupun dijadikan dalam bentuk laporan kepada dosen. Dosen lebih bersifat kepada fasilitator dan berfungsi korektor terhadap laporan-laporan ataupun hasil presentasi yang dilakukan mahasiswa. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari teori Jerome Bruner, bahwa individulah yang harus lebih banyak mencari informasi yang dapat dijadikan sebagai pengetahuan, dan tim pengajar lebih kepada bersifat fasilitator yang menyediakan aturan belajar, memberikan prosedur dan sistematika pencarian informasi, dan kemudian melakukan penilaian ataupun feedback terhadap hasil pencarian individu tersebut. Tim pengajar hanya akan memberikan garis besar dari suatu topik pengetahuan, dan mahasiswa mencari lebih dalam informasi yang diberikan yang kemudian menjadikannya sebuah pengetahuan.