1. Penting, Tentukan Jurusan dari Sekarang
JAKARTA, KOMPAS.com — Perkembangan dunia yang semakin pesat mengharuskan setiap individu memiliki bekal ilmu pengetahuan yang cukup tinggi untuk menunjang kariernya di masa depan. Ilmu yang diperoleh tidak hanya saat sekolah, tetapi juga ditunjang dengan pendidikan lanjutan.
Demikian diungkapkan Indri Hapsari, Guidance and Counseling Binus International School, Serpong, Jumat (24/9/2010) di acara Binus International School-2nd University Fair. Untuk itulah, Indri mengungkapkan, para siswa yang duduk di bangku sekolah menengah atas (SMA), khususnya kelas II dan III, membutuhkan banyak informasi dan panduan memilih jurusan dan universitas selepas lulus nanti.
“Adanya kebutuhan dari murid-murid SMA akan informasi dan bimbingan mengenai perencanaan karier membuat kami merasa perlu menyelenggarakan acara yang bisa memberikan informasi segala hal mengenai perguruan tinggi dan memberikan bimbingan menyeluruh kepada para siswa untuk perencanaan karier mereka,” ujar Indri.
Adapun kegiatan 2nd University Fair ini diperuntukkan bagi siswa-siswi Binus International School Serpong, khususnya kelas II dan III SMA. Tercatat ada sekitar 11 universitas yang berpartisipasi dalam acara ini, antara lain, Binus University, Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), National University of Singapore (NUS), APU (Jepang), IDP Education (Australia), British Council (Inggris), Swiss Hotel Management School (Swiss), CESI, dan NYU-AD IIEF.
“Ini untuk memberikan informasi yang layak bagi para siswa mengenai beberapa jurusan dan universitas, baik di dalam maupun di luar negeri, sehingga nantinya mereka bisa memilih jurusan dan universitas sesuai keinginan dan kemampuannya masing-masing. Karena hal ini juga akan menentukan karier mereka di masa mendatang”, ungkap Indri.
(http://edukasi.kompas.com/read/2010/09/25/13085915/Penting..Tentukan.Jurusan.dari.Sekarang )
2. Idealnya, Remaja Memang Perlu Belajar…
KOMPAS.com — Psikolog Tika Bisono mengatakan, remaja ikut-ikutan teman main ke mal atau berbelanja benda konsumtif adalah sesuatu yang wajar karena mereka hidup dalam perspektif peer group. Lho, kok?
”Buat anak-anak yang kreatif, mereka akan jadi pemimpin dalam grup, menjadi rujukan buat anak-anak yang relatif pasif dan tak kreatif. Mereka yang pasif ini akan sangat terbantu,” kata Tika.
Percampuran model kepribadian, sifat, dan karakter ini, menurut Tika, akan menguntungkan pertumbuhan psikologis karena remaja sangat berkepentingan untuk diakui dan diterima kelompoknya. Bagaimana remaja mengelola uangnya, mereka bisa mencontoh bagaimana orangtua masing-masing mengelola uang. Jika orangtua mengajarkan berhemat, sebaiknya remaja juga melakukan penghematan karena mencari uang itu tak mudah.
Berapa besar uang saku yang ideal buat remaja tentunya disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing. Itu juga yang dikemukakan perencana keuangan Safir Senduk.
”Remaja perlu belajar bagaimana mengelola uang, mereka harus bisa mempertanggungjawabkan ke mana uangnya digunakan,” katanya.
Hal yang harus dilatih para remaja adalah bagaimana membangun kemampuan nalar dan logika, bagaimana mengambil keputusan yang tepat.
”Kalau mereka bisa mengambil keputusan sendiri, itu tentu lebih bagus dibandingkan disuruh orangtua karena keputusannya tak akan matang. Kalau remaja sudah bisa memutuskan sendiri, tidak ikut-ikutan teman, itu namanya punya kecerdasan intrapersonal. Tidak masalah bergaul dengan siapa pun kalau dia sudah memiliki kecerdasan intrapersonal,” kata Tika. (LOK)
(http://edukasi.kompas.com/read/2010/09/03/1823141/Idealnya..Remaja.Memang.Perlu.Belajar… )
3. Kuliah Jangan Besar Pasak dari Tiang!
JAKARTA, KOMPAS.com – Pemakaian dan penawaran untuk menggunakan kartu kredit semakin gencar dilakukan oleh berbagai bank dengan berbagai pengurangan syarat untuk menarik minat nasabah dalam menggunakannya. Buat para mahasiswa, sebaiknya lebih bijaksana menggunakannya.
“Penggunaan kartu kredit memang baik, tetapi bagaimana caranya supaya tidak menjadi besar pasak daripada tiang,” kata Wijantini, Associate Dean for Academic Affairs Prasetiya Mulia, di acara peluncuran program pendidikan keuangan Managing Your Wealth di Jakarta, Rabu (1/9/2010).
Agar penggunaan kartu kredit tidak “menyengsarakan” penggunanya, lanjut Wijantini, pengaturan keuangan harus didahulukan. Dengan demikian, para pengguna kartu kredit dapat melihat kemampuan berbelanja mereka.
Selain itu, dengan melakukan perencanaan keuangan, hidup akan menjadi lebih tenang dengan tidak adanya hutang pada akhir bulan. Perencanaan keuangan juga akan membuat seseorang bisa memperoleh berbagai keinginannya.
Adapun perencanaan keuangan yang dimaksudkan meliputi pengeluran pokok, tabungan, dan pengeluaran untuk kebutuhan. Ketika semua itu telah terencana dengan baik, seseorang dapat berjalan dengan lebih santai dan tanpa beban.
Sebelumnya, Retail Bank Head Citibank, Meliana Sutikno, di acara tersebut mengatakan, Citi Indonesia meluncurkan program pendidikan keuangan Managing Your Wealth ini dalam bentuk yang akan dipromosikan di kampus-kampus. Buku tersebut terdiri dari enam buku dengan topik pembahasan yang berbeda-beda sesuai dengan tahap kehidupan.
Meliana mengungkapkan, buku ini tidak akan dijadikan buku pelajaran wajib para mahasiswa, melainkan hanya sebagai tambahan. Buku-buku tersebut tidak dijual bebas, karena didistribusikannya lewat perpustakaan kampus seperti di Prasetya Mulia Business School, Binus Businesss School, dan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
(http://edukasi.kompas.com/read/2010/09/01/17073517/Kuliah.Jangan.Besar.Pasak.dari.Tiang.. )
4. Budaya Membaca Masih Memprihatinkan
JAKARTA, KOMPAS.com — Budaya membaca masih menjadi persoalan di Indonesia. Peningkatan minat membaca sejak dini di sekolah terkendala minimnya koleksi-koleksi buku yang menarik bagi siswa.
Jika melihat indikator sosial dan budaya Badan Pusat Statistik, salah satu yang dilihat adalah penduduk berumur 10 tahun yang membaca surat kabar atau majalah. Semakin tahun, jumlah itu semakin menurun.
Tahun 2009, baru sebanyak 18,94 persen yang membaca surat kabar atau majalah. Tahun sebelumnya, jumlah pembaca itu berada di kisaran 23 persen. Sebaliknya, jumlah penduduk yang menonton televisi terus meningkat. Tahun 2009, jumlahnya mencapai 90,27 persen, sedangkan tahun sebelumnya 85,86 persen.
Ketua Ikatan Penerbit Indonesia Setia Dharma Madjid di Jakarta, Kamis (7/10/2010), mengatakan bahwa minat baca belum menguat karena koleksi buku yang ada belum sesuai dengan kebutuhan mereka. “Kita mesti punya grand design kebutuhan buku secara nasional,” kata Setia.
Kukuh Sanyoto, Direktur Eksekutif Serikat Penerbit Suratkabar bidang Pendidikan, mengatakan bahwa pemerintah mesti menyedikan informasi murah dan mudah untuk masyarakat. Untuk itu, perlu ada subisidi terhadap buku, surat kabar, dan lain-lain. Media literasi masyarakat masih terpusat di ibu kota.
Koleksi buku-buku di perpustakaan SD masih didominasi buku-buku teks pelajaran. Di sekolah-sekolah, jarang ada program rutin untuk membuat siswa biasa memanfaatkan perpustakaan.
( HYPERLINK “http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/07/19573456/Budaya.Membaca.Masih.Memprihatinkan” http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/07/19573456/Budaya.Membaca.Masih.Memprihatinkan)
5. NTT Mau Perbaiki Prestasi Ujian Nasional
KUPANG, KOMPAS.com – Gubernur Nusa Tenggara Timur bersama para bupati, wali kota, juga rektor perguruan tinggi, menandatangani perjanjian kerja sama, Rabu (13/10/2010), untuk meningkatkan prestasi siswa dalam ujian nasional (UN).
Dalam kerja sama tersebut, perguruan tinggi akan memberikan pelatihan kepada guru-guru bidang studi yang selanjutnya diajarkan kepada murid-muridnya. Gubernur NTT Frans Lebu Raya mengingatkan, NTT harus meningkatkan kualitas pendidikannya agar tidak tertinggal dari daerah lain.
Persentase kelulusan UN di NTT pada 2010 menempati urutan terakhir dari 33 provinsi. Tingkat kelulusan SMA (48,02 persen), SMK (65,71 persen), dan SMP (60,13 persen). (SEM)
( HYPERLINK “http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/14/0947094/NTT.Mau.Perbaiki.Prestasi.Ujian.Nasional” http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/14/0947094/NTT.Mau.Perbaiki.Prestasi.Ujian.Nasional)
6. BOS Daerah Harus Ada
JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah daerah di tingkat provinsi dan kota/kabupaten mesti menyediakan dana bantuan operasional sekolah (BOS) daerah yang bersumber dari APBD. Dana BOS daerah itu dibutuhkan untuk menambah BOS dari pemerintah pusat yang dimaksudkan untuk mewujudkan pendidikan dasar gratis dan bermutu.
“Untuk pendidikan dasar, harus seminim mungkin menarik dana dari masyarakat. Itu bisa terwujud jika semua gubernur dan walikota/bupati menyediakan BOS daerah di APBD. Itu harus mulai dilaksanakan,” kata Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh di Jakarta, Rabu (13/11/2010).
Guna memastikan bantuan operasional sekolah (BOS) daerah ada di APBD, lanjut Nuh, dirinya telah membuat kesepakatan dengan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi. Kedua menteri ini membuat surat edaran bersama kepada para gubernur dan bupati/walikota untuk mengoptimalkan peran pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan program BOS.
Nuh mengatakan, pengawasan dan sanksi akan mulai dijalankan dalam penyusunan APBD 2011. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan mencermati adanya item dana BOS daerah di setiap APBD provinsi dan kota/kabupaten. Jika tidak ada, Kemendagri tidak memproses penyetujuan APBD di tingkat pusat.
Nuh menambahkan, program BOS juga akan dimasukkan dalam agenda audit pemerintah daerah. Dengan demikian, pemerintah daerah terlibat dalam monitoring program BOS di sekolah. Dana monitoring dan evaluasi program BOS itu disediakan dari APBD.
( HYPERLINK “http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/13/18365913/BOS.Daerah.Harus.Ada” http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/13/18365913/BOS.Daerah.Harus.Ada)
7. Bicara Sanitasi, Anak juga Bisa Kreatif
JAKARTA, KOMPAS.com – Beragam ide kreatif yang dituangkan dalam karya tulis dan poster mengenai sanitasi membawa para peserta mengikuti Jambore Sanitasi 2010. Para peserta berharap bisa menjadi Duta Sanitasi 2010.
“Saya mengikuti kegiatan ini setelah menjadi juara kedua lomba poster bertema Drainase Lingkungan Air,” ujar Putri, peserta asal SMP 3 Langsa, Aceh.
Menurut dia, tujuannya mengikuti acara ini setidaknya bisa berperan serta melindungi air bersih di dunia. Ia mengaku sudah merasa senang bisa lolos sampai ke tingkat nasional.
“Menang di provinsi saja sudah bangga, apalagi sampai bisa di sini karena saya mendapatkan banyak teman dari seluruh Indonesia,” pungkas Putri.
Syifa, peserta asal SMP 2 Tasikmalaya, juga demikian. Posternya yang berjudul Kembali Ke Alam berhasil menang dan menjadi tiketnya untuk lolos ke tingkat nasional.
“Saya ingin sekali kualitas air kembali seperti dulu, bisa mandi langsung dari pancuran. Orang belum sadar dengan kebersihan air dan suka membuang sampah sembarangan,” ucap Syifa.
Sementara itu seorang peserta lainnya, Ika, asal SMP 1 Sidikalang, Sumatera Utara, mengaku ingin sekali meraih predikat Duta Sanitasi 2010. Ia melaju ke tingkat nasional setelah menjuarai lomba karya tulis bertajuk Air Berkualitas untuk Hidup Berkualitas.
Merubah kebiasaan
Duta Sanitasi 2008, Ahdika Hakim, mengungkapkan, memang sulit merubah kebiasaan seseorang untuk tidak membuang sampah sembarangan. Padahal, lanjut dia, dari sampah kita bisa membuat sesuatu yang berharga dengan menerapkan konsep 3R, yaitu reduce, reuse, dan recycle.
Sebagai Duta Sanitasi, tutur Ahdika, ia aktif dalam berbagai konferensi dan penyuluhan tentang sanitasi dan pelestarian lingkungan. “Sekolah dan lingkungannya seharusnya lebih mendukung kegiatan ini dan terus melakukan kampanye atau penyuluhan agar terus memperbaiki mutu sanitasi di Indonesia,” ujar siswa SMUN Harapan 1, Sumatera Utara.
( HYPERLINK “http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/14/11565421/Bicara.Sanitasi..Anak.juga.Bisa.Kreatif” http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/14/11565421/Bicara.Sanitasi..Anak.juga.Bisa.Kreatif )
8. Istimewakanlah Anak Cerdas Istimewa…
JAKARTA, KOMPAS.com – Umumnya, anak-anak yang memiliki kecerdasan istimewa selama ini belum diperlakukan dengan terarah. Pendidikan bagi mereka cenderung diperlakukan tanpa fokus dan berlaku seperti umumnya anak-anak normal.
Demikian diungkapkan oleh pengamat pendidikan Anita Lie kepada Kompas.com di Jakarta, Kamis (14/10/2010). Menurutnya, selama ini ada dua perlakukan ekstrem yang diberikan pada anak-anak cerdas istimewa. Pertama di-ignore atau diabaikan, yang kedua terlalu diforsir kecerdasannya dengan mengikut sertakan pada lomba atau kompetisi yang marak dengan sebutan olimpiade.
“Maka, sudah seharusnya sekolah dan perguruan tinggi memiliki program untuk menghadapi anak-anak cerdas istimewa,” ujar peraih gelar Doktor Pendidikan bidang kurikulum dan pengajaran dari Baylor University, Amerika Serikat, ini.
Anita menambahkan, kebutuhan pendidikan bagi anak cerdas istimewa harus berimbang dan holistik. Hal tersebut harus dimulai dari guru-guru atau dosen di sekolah dan perguruan tinggi, khususnya dalam menyiapkan program keberbakatan bagi anak didiknya tersebut.
“Sehingga sekolah dan perguruan tinggi bisa dengan fokus mengajar anak-anak istimewa ini dan khusus pemerintah sebaiknya menyiapkan tenaga pendidik yang memang khusus menangani anak istimewa ini, biar tidak salah fokus dan tujuan pendidikannya,” ujar dosen Universitas Katolik Widya Mandala, Surabaya, ini.
Sebelumnya, dalam diskusi Indonesia-Korea Forum mengenai Green Growth and Gifted in Science Towardas Nation Buliding di Jakarta, Rabu (13/10/2010), Asisten Deputi Data dan Informasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kementerian Riset dan Teknologi, Finarya Legoh, mengatakan bahwa kecerdasan istimewa pada anak-anak merupakan aset berharga bagi negara untuk pembangunan pada masa depan.
Sistem pendidikan nasional di Indonesia, papar Finarya, sebetulnya sudah mengatur secara khusus mengenai pendidikan bagi anak-anak berbakat istimewa, yakni anak yang memiliki IQ lebih dari 130. Akan tetapi, proses pembelajaran bagi anak-anak ini belum optimal, misalnya karena kurang tepatnya proses seleksi siswa, kurangnya kualitas dan kemampuan pendidik, serta padatnya kurikulum pendidikan di Tanah Air.
Untuk itu, Finarya menekankan perlunya pengembangan bakat anak cerdas istimewa ini seperti sudah dilakukan oleh Korea Selatan. Pada 2002, Korea Selatan menerbitkan Undang-undang tentang Pendidikan Anak Cerdas Istimewa dan ini memicu perkembangan pendidikan khusus bagi anak-anak bertalenta tersebut.
Kurikulum green growth, kata dia, sudah diajarkan pada sekolah-sekolah dan diperdalam lagi pada tingkat universitas. Korean Advanced Institue of Science Technology (KAIST), misalnya, membuat laboratorium-laboratorium khusus bagi anak-anak cerdas di sekolah menengah atas.
“Kami ingin mengembangkan program-program yang bisa diserap oleh anak-anak cerdas istimewa. Jadi, yang kami utamakan adalah program green growth,” kata Finarya.
( http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/14/14130174/Istimewakanlah.Anak.Cerdas.Istimewa… )
9. Beswan Djarum Seleksi 12 Karya Tulis
JAKARTA, KOMPAS.com – Beswan Djarum 2010 menyelenggarakan Lomba Karya Tulis yang dipresentasikan di Jakarta, Kamis (14/10/2010). Lomba karya tulis yang terbatas hanya untuk mahasiswa penerima beasiswa Djarum ini memaparkan tentang pentingnya gagasan kreatif dan orisinil mahasiswa Indonesia menuju masa depan ke-Indonesia-an.
Karya tulis ilmiah tersebut bukan hasil penelitian atau skripsi sehingga belum pernah dipublikasikan dan diperlombakan. Proses penjuruan lomba karya tulis dilakukan dua tahap, yaitu di tingkat regional dan tingkat nasional.
Adapun dewan juri regional (DJR) terdiri dari tiga orang akademisi yang dipilih dari beberapa perguruan tinggi di wilayah cakupan regional. Sementara untuk tingkat nasional, dewan juri nasional (DJN) terdiri dari tiga orang, antara lain Dr Soefyan Tsauri (Ketua Majelis Profeser Riset Indonesia), Anies Rasyid (Rektor Universitas Paramadina), serta Suryapratomo (Direktur Pemberitaan Metro TV). Setelah semua peserta mempresentasikan karya tulisnya, DJN akan menilai 12 karya tulis yang terdiri dari 3 karya tulis terbaik dari 4 regional.
Salah satu karya tulis yang menarik dipresentasikan adalah Potensi Tempe Kalengan sebagai Media Promosi Pangan Khas Indonesia ke Mancanegara karya Reggie Surya dari Institut Pertanian Bogor. Ada juga Komik Kepahlawanan Modern Untuk Indonesiaku karya Selvi Eka Puspitasari dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), serta Standarisasi dan Revitalisasi Ekuitas Merek Batik di Indonesia untuk Mengoptimalkan Pasar Batik di Regional Asia Tenggara dan China karya Reza Meifia Fitra dari Universitas Airlangga.
(http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/14/19132443/Beswan.Djarum.Seleksi.12.Karya.Tulis-5 )
10. Bekali Anak Cerdas dengan “Green Growth”
JAKARTA, KOMPAS.com — Untuk mengoptimalkan pembangunan ekonomi berbasis lingkungan, Indonesia perlu membekali anak-anak dengan kecerdasan istimewa dengan pengetahuan mengenai sinergi lingkungan dan ekonomi (green growth).
Asisten Deputi Data dan Informasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kementerian Riset dan Teknologi Finarya Legoh mengatakan bahwa kecerdasan istimewa pada anak-anak ini merupakan aset berharga bagi negara untuk pembangunan pada masa depan. Sistem pendidikan nasional di Indonesia, papar Finarya, sebetulnya sudah mengatur secara khusus mengenai pendidikan bagi anak-anak berbakat istimewa, yakni anak yang memiliki IQ lebih dari 130. Akan tetapi, proses pembelajaran bagi anak-anak ini belum optimal, misalnya karena kurang tepatnya proses seleksi siswa, kurangnya kualitas dan kemampuan pendidik, serta padatnya kurikulum pendidikan di Tanah Air.
Untuk itu, Finarya menekankan perlunya pengembangan bakat anak cerdas istimewa ini seperti sudah dilakukan oleh Korea Selatan. Pada 2002, Korea Selatan menerbitkan Undang-undang tentang Pendidikan Anak Cerdas Istimewa dan ini memicu perkembangan pendidikan khusus bagi anak-anak bertalenta tersebut.
Kurikulum green growth sudah diajarkan pada sekolah-sekolah dan diperdalam lagi pada tingkat universitas. Korean Advanced Institue of Science Technology (KAIST), misalnya, membuat laboratorium-laboratorium khusus bagi anak-anak cerdas di sekolah menengah atas.
“Kami ingin mengembangkan program-program yang bisa diserap oleh anak-anak cerdas istimewa. Jadi, yang kami utamakan adalah program green growth,” kata Finarya dalam diskusi Indonesia-Korea Forum mengenai Green Growth and Gifted in Science Towardas Nation Buliding di Jakarta, Rabu (13/10/2010).
“Kami banyak belajar dari Korea Selatan bagaimana mereka memperlakukan anak-anak cerdas istimewa ini,” ujarnya.
Finarya menambahkan, untuk menjalankan program-program khusus tersebut, Kementerian Riset dan Teknologi harus bekerja sama dengan Kementerian Pendidikan Nasional agar tidak terjadi tarik-menarik kepentingan antar-kementerian.
(http://edukasi.kompas.com/read/2010/10/13/13412034/Bekali.Anak.Cerdas.dengan..quot.Green.Growth.quot. )